!nsert News || Probolinggo, Jawa Timur – Kasus korupsi dana hibah Jawa Timur (Jatim) mencapai babak ironis yang mengiris hati publik. Sebuah bangunan megah di Kabupaten Probolinggo, yang dulunya diagung-agungkan sebagai Markas Besar Majelis Al Kahfi, kini diduga kuat menjadi monumen kebohongan publik, disulap menjadi “Dapur Gizi MBG” sebagai tempat penampungan uang haram hasil korupsi.
Berdasarkan temuan tim investigasi !nsert News, gedung mewah yang didirikan sekitar tahun 2021 ini kini menjadi sorotan tajam, setelah pemiliknya, yang diidentifikasi sebagai Mahrus, telah berstatus tersangka dalam pusaran kasus korupsi dana hibah Jatim periode 2019–2022 yang diselidiki Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Dari Rumah Dakwah ke Simbol Kemunafikan
Dugaan bahwa bangunan tersebut adalah hasil dari pencucian uang haram kini tak terbendung. Gedung yang seharusnya menjadi pusat kegiatan sosial-keagamaan, kini berubah fungsi menjadi dapur yang di mata aktivis hanya melahirkan “Dapur Dosa.”
Aroma busuk korupsi menyengat dari balik dinding tebal bangunan yang seharusnya suci. Proyek yang di permukaan tampak mulia, kini dicurigai hanyalah topeng rapi dan “top coat” dari program pemerintah untuk menutupi jejak uang rakyat yang dicuri.
Wajah licik dari orang yang pernah dipercaya mengelola dana publik ini terpampang jelas. Mahrus diduga telah secara “cerdik” mempersiapkan aset ekonomi keluarga, termasuk bangunan ini, sebelum ia akhirnya mendekam di balik jeruji besi.
Warga sekitar yang dulu memandang bangga, kini hanya bisa geleng kepala. “Dulu katanya untuk majelis, kok sekarang jadi dapur gizi,” ujar seorang warga dengan nada getir.
Bisikan di balik dinding bangunan itu kini bukan lagi zikir, melainkan desas-desus tentang nafsu dunia dan pengkhianatan terhadap amanah.
Presiden G-APKM: “Bukan Kreativitas, Tapi Kejahatan!”
Menanggapi temuan yang memuakkan ini, Presiden Gerakan Aktivis Pelayan Kesejahteraan Masyarakat (G-APKM), Juned ST, memberikan komentar yang tajam dan menampar kesadaran publik, hari ini (11/10/2025).
“Kami menghormati proses hukum, tapi jika dugaan ini benar, maka ini bukan lagi sekedar penyimpangan. Ini penghianatan terhadap amanah rakyat,” tegas Juned.
Ia menggarisbawahi ironi yang terjadi: “Bayangkan, uang hibah yang seharusnya untuk kesejahteraan masyarakat malah disulap jadi bangunan pribadi megah yang dikamuflase jadi Dapur Gizi. Itu bukan kreativitas, tapi kejahatan yang disulap jadi program pemerintah.”
Juned menutup pernyataannya dengan seruan yang menusuk logika nurani:
“KPK harus segera turun ke Probolinggo. Keadilan tidak boleh tunduk pada jubah agama atau simbol moral. Rakyat lapar bukan karena kurang gizi, tapi karena uang gizinya dicuri.”
Seruan ini menggema, menegaskan bahwa korupsi kali ini tak hanya merampas uang, tetapi juga mencoreng nilai-nilai moral dan agama yang selama ini dijunjung tinggi, mengubah sebuah Markas Besar Majelis menjadi Monumen Ironi Korupsi yang tak termaafkan.