!nsert News.com || Probolinggo, Jawa Timur – Suasana sakral bercampur meriah menyelimuti Desa Branggah, Kecamatan Lumbang, Kabupaten Probolinggo, Kamis malam (2/10/2025). Masyarakat tumpah ruah merayakan Kadisah atau Selamatan Desa, sebuah tradisi tahunan yang digelar sebagai wujud syukur dan penghormatan mendalam kepada para pendiri desa (babat alas).
Kepala Desa Branggah, Sukamto, bersama segenap jajaran Pemerintah Desa, memimpin langsung acara yang diselenggarakan dengan berbagai rangkaian kebudayaan dan ritual keagamaan. Rangkaian acara yang memukau warga tersebut meliputi:
Tayub: Tarian tradisional yang menjadi simbol kegembiraan dan penyambutan.
Kuda Kencak: Atraksi kuda yang dihias meriah, menunjukkan kebanggaan lokal.
Bantengan: Seni pertunjukan yang penuh energi dan unsur mistis, bagian dari warisan budaya Jawa Timur.
Kirab Ancak: Arak-arakan hasil bumi yang dihias sebagai persembahan syukur.
Khotmil Qur’an: Pembacaan Al-Qur’an secara keseluruhan sebagai puncak ritual keagamaan.
Tradisi Bukan untuk Pribadi, Tapi untuk Keselamatan Bersama
Kepala Desa Sukamto, dalam sambutannya, menekankan esensi utama dari perayaan Selamatan Desa ini. Ia menjelaskan bahwa ritual ini jauh dari kepentingan pribadi, melainkan murni didedikasikan untuk seluruh warga desa.
“Selamatan desa bukan buat kami pribadi melainkan buat semua warga Desa Branggah biar selamat semua,” ujar Kades Sukamto dengan khidmat.
Doa dan harapan yang terpanjatkan dalam Kadisah ini sangat mendasar bagi kehidupan sosial masyarakat.
“Kami memohon di kasih kesehatan, kelancaran rezeki, dan untuk keselamatan keluarga,” tambahnya.
Ia menegaskan, tujuan akhir dari Selamatan Desa adalah terciptanya suasana damai dan sejahtera.
“Dan agar desa aman, tentrem, damai, sejahtera,” harapnya.
Mengenang Mereka yang Babat Alas
Peringatan Kadisah ini merupakan tradisi yang diadakan satu tahun sekali, dengan tujuan utama mengenang jasa para leluhur atau sesepuh yang telah mendahului. Merekalah yang dulunya berjuang membuka dan mendirikan Desa Branggah dari hutan belantara.
“Selamatan desa hanya untuk mengenang yang babat alas sehingga bisa menjadi desa seperti sekarang ini,” jelas Sukamto.
Ia mengakui bahwa tanpa perjuangan keras para pendahulu, Desa Branggah tidak akan menjadi wilayah yang maju dan dihuni seperti saat ini.
“Tanpa beliau sesepuh yang telah wafat mendahului kita tidak mungkin akan jadi desa seperti sekarang,” tegasnya, menyoroti betapa pentingnya sejarah dan asal-usul desa.
Khotmil Qur’an menjadi bagian vital dalam acara ini, sebagai bentuk doa tertinggi yang dipersembahkan untuk arwah para leluhur.
Melalui perpaduan antara seni budaya lokal dan penguatan nilai-nilai keagamaan, Desa Branggah berhasil mempertahankan warisan tradisi yang tidak hanya mempererat tali persaudaraan, tetapi juga mengingatkan setiap warganya akan akar sejarah dan pentingnya nilai-nilai keselamatan bersama.