Persidangan Iwan Kurniawan: Tawaran Ganti Rugi Rp 15 Juta Ditolak, Korban Minta Rp 120 Juta

Berikut Liputannya 👉

Berita, Polri dan TNI306 Dilihat
banner 468x60

!nsert News.com || KULONPROGO – Babak penting dalam persidangan kasus pidana pelanggaran hak cipta atas penggunaan font (huruf) di Pengadilan Negeri Wates, Kulonprogo, menyajikan fakta-fakta yang dinilai mencerahkan. Dalam sidang kesebelas pada Kamis (2/10/2025) dengan agenda pemeriksaan Terdakwa Iwan Kurniawan Bin Ngatiran, Iwan mengungkapkan bahwa perlawanannya di meja hijau adalah demi mencegah jatuhnya korban-korban berikutnya.

Keterangan Terdakwa dalam menjawab pertanyaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Evi Nurul Hidayati, S.H., dan Penasihat Hukumnya, Advokat Rachmat Idisetyo, S.H. dan Advokat Joko Siswanto, S.Kom., S.H., CTA., menyoroti tiga poin substansial: tidak adanya mens rea (niat jahat), upaya damai yang ditolak, dan bantahan atas keterangan Pelapor.

banner 336x280

Terdakwa: Saya Hanya Pemberi Order, Tidak Ada Niat Jahat

Poin kunci yang diungkap Iwan adalah penegasan bahwa dirinya tidak memiliki mens rea atau niat jahat untuk melanggar hak cipta. Iwan menjelaskan bahwa pekerjaan pembuatan 18 thumbnail konten YouTube yang menjadi objek perkara diserahkan kepada Saksi Tukijan, seorang tenaga profesional lepas.

“Saya hanya sebagai pihak pemberi order yang awam tentang pembuatan desain grafis thumbnail,” ujar Iwan.

Fakta terungkap bahwa justru Saksi Tukijan yang memiliki inisiatif untuk mencari dan menggunakan jenis font karya cipta Saksi Korban, Thomas Aredea. Keterangan ini memperjelas posisi Iwan hanya sebagai pengguna jasa, bukan perancang yang secara sadar melanggar lisensi.

Upaya Damai Kandas, Nominal Ganti Rugi Dipatok Sepihak

Sejak awal bergulirnya kasus, Iwan ternyata telah berupaya menempuh jalur damai dengan menawarkan ganti rugi sebesar Rp 15.000.000,- (lima belas juta rupiah). Namun, tawaran tersebut ditolak mentah-mentah oleh Thomas Aredea (Saksi Korban/Pelapor).

Menurut Iwan, Thomas hanya bersedia berdamai dengan syarat ganti rugi yang telah ia patok sendiri secara sepihak, yaitu senilai Rp 120.000.000,- (seratus dua puluh juta rupiah). Nominal ini tidak dapat dinegosiasi, bahkan ketika mediasi yang menjadi syarat pra-penyidikan di Ditreskrimsus Polda DI Yogyakarta.

Keterangan Terdakwa juga membantah pernyataan Saksi Korban/Pelapor sebelumnya, di mana Thomas pernah menyebut lisensi font berbayarnya di website platform luar negeri hanya sebagai etalase dan tidak dapat dibeli langsung. Iwan membantah hal ini dengan menunjukkan bukti cetak email yang membuktikan bahwa lisensi dapat dibeli via platform. Selain itu, terungkap pula bahwa harga lisensi font tersebut sering diubah oleh Saksi Korban/Pelapor.

“Saya Melawan Karena Tidak Ingin Ada Korban Berikutnya”

Momen paling menarik terjadi ketika Hakim Anggota Nurrachman Fuadi, S.H., M.H., menanyakan mengapa Terdakwa tidak menaikkan nominal tawaran ganti rugi untuk perdamaian.

Iwan menjawab dengan dua alasan tegas. Pertama, pihak Thomas menolak bernegosiasi saat mediasi karena telah mematok harga yang tidak dapat ditawar.

Kedua, dan yang paling emosional, Iwan menyatakan terpaksa “melawan” di persidangan karena ia mengetahui sudah banyak rekan sesama seniman konten kreatornya yang diperlakukan dengan cara serupa oleh Saksi Korban/Pelapor.

“Saya melawan karena tidak ingin ada korban berikutnya,” ujar Iwan dengan penekanan kuat, menyiratkan bahwa kasusnya bukanlah insiden tunggal melainkan bagian dari pola yang meresahkan di kalangan seniman digital.

Di luar persidangan, Iwan menyatakan puas karena telah memberikan keterangan yang sejujurnya dan tanpa rekayasa. Ia juga mengapresiasi pertanyaan dari JPU dan Majelis Hakim yang dinilai membuat perkara menjadi terang-benderang.

Sidang ditunda dan akan dilanjutkan dengan agenda pembacaan tuntutan oleh JPU pada Selasa, 14 Oktober 2025.

banner 336x280

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *