Tulungagung || !nsert News.com – Kasus penolakan terhadap wartawan kembali mencuat di dunia pendidikan Jawa Timur. Setelah insiden serupa di SMKN 3 Boyolangu Tulungagung, kini giliran SMA Negeri Durenan Trenggalek menjadi sorotan publik.
Seorang oknum guru bidang humas diduga kuat menghalangi kinerja wartawan yang berupaya melakukan konfirmasi terkait dugaan pungutan liar terhadap siswa dan pengelolaan koperasi di luar sekolah.
Insiden ini terjadi pada Kamis, 18 September 2025, saat tim media mendatangi SMA Negeri Durenan untuk ketiga kalinya. Mereka berencana menemui Kepala Sekolah, Yessy Erma Kusuma Santi. Namun, lagi-lagi, mereka dihadang oleh guru Humas berinisial Ant.
Drama Tiga Kali Penolakan dan Sikap yang Mencurigakan
Kedatangan pertama wartawan gagal total dengan alasan Kepala Sekolah sudah tidak berada di tempat. Pada kedatangan kedua, Ant menolak wartawan masuk dengan alasan hanya menerima media yang telah terdaftar di Dewan Pers atau PWI. Meskipun wartawan menunjukkan sertifikasi Dewan Pers, Ant tetap menolak dan beralasan harus juga dari PWI.
Puncaknya pada kedatangan ketiga, Ant kembali berbohong dengan mengatakan Kepala Sekolah sudah keluar. Namun, kebohongan ini terbongkar saat seorang satpam di gerbang sekolah membocorkan informasi bahwa mobil kepala sekolah masih terparkir di dalam dan sedang ada tamu.
Sikap yang berbelit-belit dan tidak profesional ini menimbulkan pertanyaan besar: apa yang sebenarnya coba disembunyikan oleh pihak sekolah?
Dugaan kuat penghalangan ini melanggar Undang-Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999, khususnya Pasal 18 ayat 1 yang mengatur sanksi pidana bagi mereka yang sengaja menghalangi kinerja pers. Pelaku bisa dijerat hukuman penjara hingga dua tahun atau denda sebesar Rp 500 juta. Selain itu, tindakan ini juga diduga melanggar UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.
Respon Pihak Terkait dan Harapan untuk Perbaikan
Menanggapi insiden ini, Ketua MKKS SMA Negeri 1 Trenggalek, Alief Soeleman, menyatakan kekecewaannya. Ia mengungkapkan bahwa keluhan serupa terkait sikap guru humas tersebut sudah sering ia dengar.
“Saya pernah memberi masukan kepada Ibu Yessy untuk mencari Humas yang istilahe ater blater,” ujar Alief, mengacu pada sikap ramah, terbuka, dan penuh kekeluargaan yang seharusnya dimiliki oleh seorang humas.
Alief Soeleman berjanji akan menyampaikan keluhan ini langsung kepada Kepala Sekolah SMA Durenan dan mengarahkan wartawan untuk melaporkan kejadian ini ke Cabang Dinas (Kacabdin) guna mendapatkan tindak lanjut.
Hingga berita ini diterbitkan, Kepala Sekolah SMA Negeri Durenan, Yessy Erma Kusuma Santi, belum dapat dimintai keterangan.
Insiden ini menjadi preseden buruk bagi dunia pendidikan dan menyoroti perlunya transparansi dan keterbukaan informasi, terutama saat menyangkut penggunaan dana publik seperti Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang seharusnya mencegah pungutan-pungutan tidak resmi.